Jumat, 03 Agustus 2007

Coorperate Social Responsibility


HM Sampoerna dengan CSR-nya

R.o.k.o.k. Memang ironis ketika rokok yang jelas-jelas tidak berwawasan lingkungan menjadi bisnis terbesar di kancah internasional padahal banyak akibat buruk yang ditimbulkan oleh rokok. (bener ga?) Akhir-akhir ini isu tentang pemanasan global (global warming) kian ramai dibicarakan, banyak pihak yang sangat concern dalam menangani masalah ini karena akibatnya adalah kerusakan bumi dan otomatis pada kelangsungan hidup manusia juga dong!. Selain limbah industri, limbah dari emisi kendaraan bermotor, pengeksploitasian hutan secara besar-besaran, dan lain-lain, rokok adalah salah satu penyebab utama pemanasan global karena rokok juga sedikit banyak berperan menghasilkan karbondioksida (Co2) yang menghambat pantulan sinar matahari untuk keluar dari lapisan bumi. Akibatnya banyak bencana alam yang terjadi di berbagai belahan bumi karena perubahan iklim.

Sudah jelas bahwa akibat dari rokok dapat merusak kesehatan, seribu satu zat beracun terkandung dalam satu batang rokok. Bagaimanapun keadaannya, tidak merokok jelas lebih baik daripada merokok. Tar dan nikotin merupakan dua zat utama yang mempunyai sifat destruktif bagi orang yang mengisapnya. Jangankan penikmat rokok (perokok aktif), yang tidak merokok (perokok pasif) pun akan mendapat imbasnya bahkan lebih buruk. Selain itu Rokok juga menimbulkan ketergantungan bagi para penikmatnya karena rokok mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus sereleus yang mengeluarkan serotonin. Efek peningkatan serotonin ini menciptakan stimulus rasa senang sekaligus keinginan untuk mencari rokok lagi (SPAI: 2004). Menurut WHO rokok adalah penyebab utama kedua setelah kanker. Rokok juga akan menurunkan level produktivitas karena penyakit-penyakit yang ditimbulkannya sehingga pembangunan akan terhambat.

Pemerintah pun tidak tinggal diam dalam merespon hal ini. Terbukti dengan dikeluarkannya PP-No.81 Tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan diatur dalam 5 (lima) hal pokok yaitu mengenai :

· Kadar kandungan nikotin dan tar

· Persyaratan produksi dan penjualan rokok

· Persyaratan iklan dan promosi rokok

· Penetapan kawasan bebas rokok

· Pengawasan

Perusahaan Produksi Rokok pun belakangan ini giat berbondong-bondong melakukan tanggung jawab sosial atau akrab disebut CSR (Corporate Social Responsibility). Menurut informasi yang penulis dapatkan dari perkuliahan, CSR adalah segala bentuk upaya dari perusahaan melaksanakan kegiatan diluar hukum-hukum dan aturan-aturan yang berlaku. HM Sampoerna adalah salah satu perusahaan rokok yang melakukan CSR.

HM Sampoerna adalah perusahaan yang memproduksi rokok terbesar ketiga di Indonesia setelah Djarum dan Gudang garam (kompas, 31/07/07). Perusahaan rokok yang diakuisisi Philip Morris pada tahun 2006 itu memang bisa dibilang dermawan. Dengan Sampoerna Foundation-nya, dia loyal sekali memberikan berbagai batuan pada elemen-elemen masyarakat. Dua persen laba bersih perusahaan dihibahkan setiap tahun kepada Sampoerna Foundation. Menurut Sampoerna Foundation dalam situsnya, Sampoerna Foundation bertujuan memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat luas, dengan meningkatkan sektor pendidikan di Indonesia, dan memberi peluang kepada generasi muda yang berprestasi akademik cemerlang namun membutuhkan dukungan finansial untuk melanjutkan studi. Walaupun demikian Sampoerna Foundation tidak mengaku sebagai bagian CSR dari HM Sampoerna. Hal tersebut dinyatakan sendiri oleh Sampoerna Foundation dalam situsnya, “Sampoerna Foundation adalah yayasan pendidikan nirlaba yang independen, bukan termasuk kegiatan Corporate Social Responsibility PT HM Sampoerna Tbk. Sampoerna Foundation tidak bekerja untuk memberi manfaat kepada suatu perusahaan atau individu tertentu”. In my opinion, apapun istilah yang dipakai oleh Sampoerna Foundation, kegiatan-kegiatan yang dilakukan olenya Sampoerna jelas mencerminkan CSR.

Lalu mengapa fenomena diatas bisa terjadi. Tidak bisa dipungkiri bahwa Perusahaan Rokok dengan cukai-nya memberi kontribusi yang besar dalam hal pendapatan Negara. Menurut informasi yang penulis dapatkan dari situs hukumonline.com bahwa perkembangan realisasi cukai hasil tembakau terlihat mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun dan perbandingannya dengan penerimaan cukai lainnya hampir mencapai tingkat rata-rata 94 % per tahun, sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2

Perbandingan Cukai Hasil Tembakau dengan Cukai lainnya

TA.1990/1991 - 1999/2000

( dalam miliar rupiah )

Tahun Anggaran

Penerimaan Cukai HT

Lainnya

Jumlah

Peranan

( % )

1990/1991

1.713,8

86,0

1.799,8

95,2

1991/1992

1,703,3

211,7

1.915,0

88,9

1992/1993

2.116,4

125,2

2.241,6

94,4

1993/1994

2.470,4

155,4

2.625,8

94,0

1994/1995

2.965,3

190,9

3.156,2

93,9

1995/1996

3.467,9

138,2

3.605,1

96,1

1996/1997

4.066,3

198,3

4.264,6

95,3

1997/1998

4.909,1

193,8

5.102,9

96,2

1998/1999

7.483,1

259,1

7.742,2

96,6

1999/2000

10.113,3

285,2

10.398,0

97,2

Dari informasi diatas sudah sangat jelas walalupun rokok berakibat buruk bagi manusia secara holistik namun pada kenyataannya Perusahaan Rokok memang memberi kontribusi yang besar bagi pembangunan Negara. Selain itu juga dapat menyerap sekian juta tenaga kerja, menghidupi sekian juta keluarga.

Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa Industri rokok masih dan akan terus eksis di kancah perekonomian Internationa. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi semua Negara didunia. Namun apakah sepadan antara profit dan benefit yang didapat oleh pemerintah dengan dampak buruk sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan??

MAKA NIKMAT TUHAN MANAKAH YANG KAU DUSTAKAN!

Tidak ada komentar: